Subali dalam bentuk
wayang gaya Surakarta .
----------
Bali (Sanskerta: ????; Vali), atau yang di Indonesia lebih
terkenal dengan sebutan Subali, adalah nama seorang raja Wanara dalam
wiracarita Ramayana. Ia merupakan kakak dari Sugriwa, sekutu Sri Rama. Ketika
terjadi perselisihan antara kedua Wanara bersaudara itu, Rama berada di pihak
Sugriwa. Subali akhirnya tewas di tangan pangeran dari Ayodhya tersebut.
Subali juga dikenal dalam dunia pewayangan Jawa sebagai
seorang pendeta Wanara berdarah putih yang tinggal di puncak Gunung
Sunyapringga. Ia memiliki Aji Pancasunya (di daerah Sunda disebut Pancasona)
yang membuatnya tidak bisa mati. Ilmu kesaktian tersebut diwariskannya kepada
Rahwana, musuh besar Rama.
Asal-usul
Nama Subali berasal dari kata bala, yang dalam bahasa
Sanskerta bermakna "rambut". Konon ia dilahirkan melalui rambut
ibunya, sehingga diberi nama Bali atau Subali.
Setelah dewasa, Subali menjadi raja bangsa Wanara di Kerajaan Kiskenda,
sedangkan Sugriwa bertindak sebagai wakilnya.
Menurut versi Ramayana, Subali dan Sugriwa adalah sepasang
Wanara kembar yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi berbeda ayah. Keduanya
sama-sama putra dewa. Subali adalah putra Indra, sedangkan Sugriwa merupakan
putra Surya.
Berbeda dengan versi aslinya, dalam pewayangan Jawa, Subali
dan Sugriwa pada mulanya terlahir sebagai manusia normal. Keduanya
masing-masing bernama Guwarsi dan Guwarsa. Mereka memiliki kakak perempuan
bernama Anjani. Ketiganya merupakan anak Resi Gotama dan Dewi Indradi yang
tinggal di Pertapaan Agrastina.
Pada suatu hari Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa berselisih
memperebutkan cupu milik ibu mereka yang luar biasa indahnya. Hal itu diketahui
oleh Gotama. Indradi pun dipanggil dan ditanya dari mana cupu tersebut berasal.
Gotama sebenarnya mengetahui kalau cupu itu adalah benda kahyangan milik Batara
Surya yang bernama Cupumanik Astagina. Indradi yang ketakutan diam tak mau
menjawab. Gotama yang marah karena merasa dikhianati mengutuk istrinya itu
menjadi tugu. Ia lalu melemparkan tugu tersebut sejauh-jauhnya, sampai jatuh di
perbatasan Kerajaan Alengka.
Meskipun kehilangan ibu, ketiga anak Gotama tetap saja
memperebutkan Cupu Astagina. Gotama pun membuang benda itu jauh-jauh. Tanpa
sepengetahuan siapa pun, Cupu Astagina jatuh di sebuah tanah kosong dan berubah
menjadi telaga. Guwarsi dan Guwarsa begitu sampai di dekat telaga itu segera
menceburkan diri karena mengira cupu yang mereka cari jatuh ke dalamnya.
Seketika itu juga wujud keduanya berubah menjadi wanara atau kera. Sementara
itu Anjani yang baru tiba merasa kepanasan. Ia pun mencuci muka menggunakan air
telaga tersebut. Akibatnya, wajah dan lengannya berubah menjadi wajah dan
lengan kera.
Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa menghadap Gotama dengan
perasaan sedih. Ketiganya pun diperintahkan untuk bertapa menyucikan diri. Anjani
bertapa di Telaga Madirda. Kelak ia bertemu Batara Guru dan memperoleh seorang
putra bernama Hanoman. Sementara itu Guwarsi dan Guwarsa yang telah berganti
nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing bertapa di Gunung dan Hutan
Sunyapringga. Ketiga anak Gotama tersebut berangkat ke tempat tujuan
masing-masing. Sesuai petunjuk ayah mereka, Anjani bertapa dengan gaya berendam telanjang
seperti seekor katak, Subali menggantung di dahan pohon seperti seekor
kelelawar, sedangkan Sugriwa mengangkat sebelah kakinya seperti seekor kijang.
Penggabungan silsilah
Versi pewayangan Jawa yang bersumber dari naskah Serat
Arjunasasrabahu, sebagaimana yang telah diceritakan di atas, rupanya telah
menggabungkan silsilah beberapa tokoh dalam Ramayana.
Menurut versi Ramayana, antara Subali-Sugriwa dengan Anjani,
Hanoman dan Gotama tidak memiliki hubungan keluarga. Anjani adalah istri
Kesari, seorang raja Wanara. Ia mendapatkan titipan janin dari Bayu sang dewa
angin, yang setelah lahir diberi nama Hanoman. Hanoman kemudian berguru kepada
Surya, dewa matahari. Setelah tamat, ia ditugaskan menjadi pengawal putra
gurunya yang bernama Sugriwa, saudara kembar Subali.
Sementara itu, Gotama versi Ramayana adalah seorang pertapa
yang tidak memiliki sangkut paut dengan Subali. Menurut versi ini, Gotama
memiliki istri bernama Ahalya, yang kecantikannya membuat Dewa Indra terpikat.
Dengan bantuan Surya, Indra pun menyamar sebagai Gotama untuk bisa mendekati
Ahalya. Hal itu akhirnya diketahui oleh Gotama. Indra dan Surya melarikan diri,
sedangkan Ahalya dikutuk oleh suaminya tersebut menjadi batu.
Perkawinan
Subali memiliki seorang istri bernama Tara .
Dari perkawinan tersebut lahir seorang putra bernama Anggada, yang kelak banyak
berjasa dalam membantu Sri Rama melawan Rahwana.
Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Tara bukanlah istri Subali, melainkan istri Sugriwa.
Ketika kedua wanara bersaudara itu bertapa untuk mensucikan diri sesuai
petunjuk ayah mereka, datang Batara Narada yang diutus Batara Guru untuk
meminta bantuan dalam menumpas musuh kahyangan, bernama Mahesasura raja
Guakiskenda. Subali dan Sugriwa pun berangkat. Subali masuk ke dalam istana
Kiskennda yang terletak di dalam gua. Ia berpesan jika kelak mengalir darah
merah ke luar gua, berarti Mahesasura tewas. Namun jika yang mengalir darah
putih berarti dirinya yang tewas. Apabila Subali terbunuh, Sugriwa diminta
untuk segera menutup pintu gua dengan batu besar.
Subali pun masuk ke dalam gua di mana terdapat istana
Kiskenda yang sangat indah. Di sana
ia bertempur melawan Mahesasura yang dibantu kedua pengawalnya bernama
Lembusura dan Jatasura. Ketiganya tewas dengan kepala pecah. Darah dan otak
mereka mengalir keluar gua. Sugriwa di luar mengira yang mengalir adalah darah
merah dan darah putih. Dengan sedih ia menutup pintu gua lalu melapor ke
kahyangan. Karena Mahesasura telah mati, sebagai hadiah, Sugriwa pun memperoleh
seorang bidadari bernama Tara putri Batara
Indra.
Di tengah jalan Sugriwa dan Tara
dihadang Subali yang ternyata masih hidup. Subali menuduh adiknya itu
berkhianat. Sugriwa pun dihajarnya tanpa ampun. Narada turun melerai dan
mengisahkan apa yang sebenarnya terjadi. Subali sadar dan minta maaf. Ia
merelakan Tara menjadi istri Sugriwa serta
menyerahkan takhta Kiskenda peninggalan Mahesasura kepada adiknya itu. Subali
memilih menjadi pertapa di Gunung Sunyapringga. Atas jasanya membunuh
Mahesasura, Batara Guru memberinya anugerah dalam bentuk lain, yaitu ilmu
kesaktian yang bisa membuatnya tidak bisa mati, bernama Aji Pancasunya (di
daerah Sunda disebut Aji Pancasona).
Hubungan dengan Rahwana
Versi Ramayana mengisahkan, Subali bersahabat dengan Rahwana
raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Pada mulanya mereka sempat
berkelahi karena Rahwana datang untuk menaklukkan Kerajaan Kiskenda. Namun
dalam pertarungan tersebut Rahwana kalah. Subali mengampuninya dan
menjadikannya teman.
Versi pewayangan Jawa bahkan mengisahkan Rahwana kemudian
berguru kepada Subali. Rahwana yang pandai bersandiwara berhasil meyakinkan
Subali bahwa dirinya telah bertobat. Subali pun mengajarkan Aji Pancasunya
kepadanya. Ia juga selalu menasihati Rahwana supaya menggunakan ilmu tersebut
di jalan kebenaran.
Rahwana yang telah memperoleh ilmu baru berniat melanjutkan
aksinya untuk menguasai dunia. Terlebih dahulu ia berusaha menyingkirkan Subali
yang dianggapnya sebagai penghalang. Ia pun mengirim pembantunya yang bernama
Marica untuk menyamar sebagai pelayan Tara .
Pelayan palsu jelmaan Marica itu datang dan melapor kepada Subali bahwa Tara setiap hari disiksa Sugriwa. Konon Sugriwa juga
mengungkit-ungkit nama Subali setiap kali menyiksa Tara .
Subali marah mendengar laporan tersebut. Ia pun mendatangi Sugriwa di Kiskenda.
Sugriwa dihajar tanpa ampun. Tubuhnya dilemparkan sampai jatuh dan terjepit di
sepasang pohon asam kembar di puncak Gunung Reksyamuka. Subali kemudian menetap
di Kerajaan Kiskenda serta menikahi Tara . Dari
perkawinan itu kemudian lahir Anggada.
Perselisihan dengan Sugriwa
Kisah perselisihan Subali dan Sugriwa menurut versi
pewayangan Jawa di atas agak berbeda dengan versi aslinya. Menurut versi
Ramayana, sejak awal Subali sudah menjadi raja di Kerajaan Kiskenda. Kemudian
datang seorang Rakshasa bernama Dundubi yang manantangnya adu kesaktian. Dalam
pertarungan itu Dundubi berhasil dikalahkan. Ia melarikan diri sampai ke Gunung
Reksyamuka tempat pertapaan Resi Matangga. Di pertapaan itu Subali membunuh
Dundubi. Resi Matangga marah karena pertapaannya dikotori. Ia pun mengutuk
Subali akan mati jika berani menginjakkan kaki di Gunung Reksyamuka.
Subali kemudian bertemu saudara Dundubi yang bernama Mayawi.
Keduanya pun bertarung. Mayawi kalah dan melarikan diri ke dalam gua. Subali
terus mengejarnya. Sugriwa ikut mengejar namun menunggu di luar gua. Ia
mendengar suara raungan kakaknya dan melihat darah mengalir keluar gua. Sugriwa
sedih dan mengira Subali telah tewas. Sugriwa kembali ke Kiskenda dan didesak
rakyatnya untuk menjadi raja baru menggantikan Subali. Tiba-tiba Subali muncul
dengan penuh rasa marah. Ternyata yang tewas adalah Mayawi, bukan dirinya. Ia
pun menghajar Sugriwa sedemikian rupa. Sugriwa yang ketakutan melarikan diri ke
Gunung Reksyamuka, di mana Subali tidak berani mengejarnya.
Kematian
Sugriwa bersembunyi di Gunung Reksyamuka ditemani Hanoman
yang setia kepadanya. Hanoman berhasil mempertemukan Sugriwa dengan Sri Rama,
seorang pangeran dari Ayodhya yang kehilangan istri karena diculik oleh
Rahwana. Keduanya pun mengadakan kesepakatan. Rama akan membantu Sugriwa
memperoleh kembali takhta Kiskenda, sedangkan Sugriwa berjanji akan membantu
Rama menyerang negeri Rahwana.
Sesuai rencana, Sugriwa pun datang ke istana Kiskenda untuk
menantang Subali bertanding. Subali yang marah hendak menghadapi Sugriwa, namun
dicegah oleh Tara , istrinya. Tara
mencurigai Sugriwa yang dulu pernah kalah tapi kini tiba-tiba berani datang
untuk menantang bertarung. Namun Subali tidak menghiraukan nasihat istrinya
itu. Ia memilih keluar untuk melayani tantangan adiknya. Antara Subali dan
Sugriwa pun segera terjadi pertarungan sengit. Dari kejauhan, Rama yang
ditemani adiknya, Laksmana, serta Hanoman, membidikkan panah ke arah Subali.
Namun ia merasa bingung membedakan kedua Wanara kembar tersebut. Sugriwa yang
kewalahan memilih melarikan diri. Rama datang menemui Sugriwa yang marah-marah
karena merasa dikhianati. Rama mengaku bingung dan takut salah menyerang.
Sugriwa pun dimintanya menantang Subali sekali lagi dengan mengenakan kalung
untaian bunga sebagai penanda (dalam pewayangan Sugriwa diminta memakai kalung
janur kuning).
Sugriwa kembali bertarung melawan Subali. Saat Sugriwa terdesak
untuk yang kedua kalinya, Rama muncul dan melepaskan panahnya ke dada Subali.
Subali pun roboh tak sempat menghindar. Subali yang sekarat dalam keadaan marah
menghina Rama sebagai kesatria pengecut yang tidak tahu dharma. Mendengar
penghinaan itu, Rama menjelaskan bahwa Subali sebenarnya telah berdosa, karena
apabila masih suci, panah sakti milik Rama tidak akan mampu menembus kulitnya,
bahkan senjata tersebut akan berbalik menyerang Rama. Setelah mendengar
penjelasan yang panjang lebar dari Rama, Subali menyadari dosa-dosa dan
kesalahannya kepada Sugriwa. Ia pun meminta maaf dan meminta agar Sugriwa
merawat putranya yang bernama Anggada dengan baik. Subali juga merestui Sugriwa
menjadi raja Kiskenda. Setelah itu, ia pun akhirnya meninggal dunia.
Menurut versi pewayangan, meskipun Subali memiliki Aji
Pancasunya, namun saat itu ajalnya telah ditentukan oleh dewata. Oleh karena
itu, ilmu tersebut sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana biasanya.
Reinkarnasi Subali
Menurut susastra Hindu, karena Rama telah membunuh Subali,
maka Subali pun bereinkarnasi dan membunuh inkarnasi Wisnu pada kehidupan
selanjutnya. Konon atma Subali terlahir kembali sebagai seorang pemburu bernama
Jara pada zaman Dwapara Yuga. Tokoh Jara inilah yang kemudian membunuh awatara
Wisnu pada zaman tersebut, yaitu Sri Kresna meskipun tanpa sengaja. Setelah
Jara melepaskan panahnya dan melukai kaki Kresna, Kresna pun moksa dan kembali
ke Waikuntha.