Sayap Jatayu ditebas
oleh Rawana
-------
Jatayu (Dewanagari: ?????; IAST: Jatayu) adalah tokoh
protagonis dari wiracarita Ramayana, putra Aruna dan keponakan Garuda. Ia
merupakan saudara Sempati. Ia adalah seekor burung yang melihat bagaimana Dewi
Sita diculik oleh Rawana. Ia berusaha melawan tetapi kalah bertarung dan
akhirnya mati. Tetapi ketika belum mati dan masih sekarat masih bisa melaporkan
kepada Sri Rama bahwa Dewi Sita istrinya, diculik.
Tempat dimana Sri Rama menemukan Jatayu yang sedang sekarat
dinamakan "Jatayumangalam", sekarang dikenal sebagai
"Chadayamangalam", terletak di Distrik Kollam, Kerala. Batu besar di
tempat tersebut dinamai "JatayuPara", diambil dari nama Jatayu.
Tempat itu dimanfaatkan sebagai obyek wisata.
Jatayu dalam Ramayana
Pertolongan Jatayu
Ketika Sita menjerit-jerit karena dibawa kabur oleh Rawana,
Jatayu yang sedang berada di dahan sebuah pohon mendengarnya. Ia melihat ke
atas, dan tampak Rahwana terbang membawa Sita, puteri Prabu Janaka. Jatayu yang
bersahabat dengan Raja Dasarata, merasa bertanggung jawab terhadap Sita yang
merupakan istri putera sahabatnya, Sri Rama. Dengan jiwa ksatria meluap-luap
dan berada di pihak yang benar, Jatayu tidak gentar untuk melawan Rawana. Ia
menyerang Rahwana dengan segenap tenaganya. Namun Jatayu sudah renta. Ketika ia
sedang berusaha menyelamatkan Sita dari Rahwana, sayapnya ditebas dengan
pedang. Jatayu bernasib naas. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan darahnya
bercucuran.
Gugurnya Jatayu
Ketika Sang Rama dan Lakshmana sedang menelusuri hutan untuk
mencari Dewi Sita, tampak oleh mereka darah berceceran. Setelah dicari asalnya,
mereka menemukan seekor burung tanpa sayap sedang sekarat. Burung tersebut
mengaku bernama Jatayu, yang berusaha menolong Dewi Sita karena diculik
Rahwana. Namun usahanya tidak berhasil sehingga Dewi Sita dibawa kabur ke
Alengka. Melihat keadaan Sang Jatayu yang sekarat, Sang Rama memberi hormat
untuk yang terakhir kalinya. Tak lama kemudian Jatayu menghembuskan napas
terakhirnya.
Setelah Jatayu menghembuskan napas terakhirnya, Sang Rama
bersabda:
“Hé Jatayu maha dibya, wênang dharaka ring hurip, sangka
ryasih ta mamitra, bapangku kalulut têmên, tumuluy têka ring putra, ah o
dibyanta hé kaga. Sêdêng tat mahurip nguni, bapangku mahurip hidêp, ri pêjah ta
kunêng mangke, menyak uwuh-uwuh. (Kakawin Ramayana) ”
terjemahan:
“Hai jatayu yang maha mulia, sungguh kuat dikau
mempertahankan jiwa. Karena cinta kasihmu bersahabat terhadap ayahku lekat
sekali, berkelanjutan sampai kepada aku, puteranya. Amatlah mulia wahai dikau
burung perkasa. Tatkala engkau masih hidup tadi, ayahku kurasakan masih hidup,
sekarang ketika engkau telah meninggal, sungguh bertambah sedih hatiku. ”
Setelah bersabda demikian, Sang Rama melakukan upacara
pembakaran jenazah sederhana untuk Jatayu. Jenazahnya mendapat percikan tirtha
oleh seorang yang "berjiwa suci" karena merupakan seorang titisan
Wisnu.